Kamis, 12 Juni 2008

Pacaran Dalam Islam

Assalamu'alaikum wr.wb
(disarikan dari eramuslim )

Dikalangan tertentu pacaran tidak dikenal meskipun mereka tahu tetapi cenderung menghindari karena menganggap gaya itu tidak lagi mutlak dilakukan pada masa pranikah dan tidak sesuai dengan norma agama .

TAKUT UNTUK MENCINTAI - SYNDROM FEAR OF INTIMACY

Takut untuk mencintai, dicintai dan bahkan takut jatuh cinta. Dalam psikologi, orang-orang ini mungkin dianggap terkena sindrom fear of intimacy, satu kondisi yang disebabkan oleh ketakutan yang teramat sangat untuk menerima resiko kenyataan di kemudian hari. Seperti ditulis astaga.com, menurut psikolog Robert W Firestone dan Joyce Catlett, fear of intimacy ini adalah salah satu perwujudan dari pertahanan psikologis, yang lebih merupakan cermin dari pikiran
dan sikap negatif atas hal-hal yang dilihat dan dipelajarinya waktu kecil.

PERKENALAN - TA'ARUF

Islam mengenal 'pacaran' dalam kemasan yang berbeda. Ustadz Ihsan Arlansyah Tanjung, konsultan keluarga sakinah di situs eramuslim sering mengatakan bahwa pacaran akronim dari 'pakai cara nikah'. Ya, Islam hanya mengajarkan bentuk-bentuk curahan kasih sayang dan cinta itu setelah melalui satu proses sakral yakni pernikahan. Sementara proses pranikah yang dilakukan
untuk saling mengenal antara calon pria dan wanita biasa disebut proses ta'aruf (perkenalan).

Yang penting dari ta'aruf adalah saling mengenal antara kedua belah pihak, saling memberitahu keadaan keluarga masing-masing, saling memberi tahu harapan dan prinsip hidup, saling mengungkapkan apa yang disukai dan tidak disukai, dan seterusnya. Kaidah-kaidah yang perlu dijaga dalam proses ini antar lain nondefensif, tidak bereaksi berlebihan pada feedback negatif, serta terbuka untuk mencoba pengalaman-pengalaman baru, Jujur, tidak curang, berbohong dan punya sense of integrity yang kuat, Menghormati batas-batas, prioritas dan tujuan calon
pasangan yang menyangkut diri mereka maupun tidak, Pengertian, empati, dan tidak mengubah pasangannya sedemikian rupa serta tidak mengontrol, manipulatif, apalagi mengancam pasangan dalam bentuk apa pun.

Dalam tahap ini anda dan dia bisa saling mengukur diri apakah cocok satu sama lain atau tidak. Masing-masing pihak masih harus sama-sama membuka Options /kemungkinan batal atau jadi. Maka umumnya dilakukan tanpa terlebih dahulu melibatkan orangtua agar tidak menimbulkan kesan 'harga jadi' dan tidak ada lagi proses tawar menawar, sehingga jika pun gagal/batal tidak ada konsekuensi apa-apa.

Jika sudah sampai menemui orangtua berarti secara samar maupun terang-terangan seorang pria sudah menunjukkan niat untuk memperistri si wanita. Yang perlu jadi ingatan, seringkali pasangan-pasangan itu terjebak dalam aktifitas pacaran yang terbungkus sampul ta'aruf. Apa namanya bukan pacaran kalau ada rutinitas kunjungan yang melegitimasi silaturahmi dengan embel-embel 'ingin lebih kenal'.

Jika sudah mantap atas pilihan masing-masing barulah kemudian melibatkan orang tua dalam proses selanjutnya, lamaran (khitbah). Untuk khitbah tak ada aturan yang kaku, yang penting dalam masa penjajagan keduanya berkenalan dan saling mengungkap apa yang disukai dan tidak disukai, saling mengungkap apa visi misi dalam pernikahan dan seterusnya. Tentunya khitbah harus tetap mengikuti aturan pergaulan Islami, tak berkhalwat, tak mengumbar pandangan, tak
menimbulkan zina mata, hati (apalagi badan), tak membicarakan hal-hal yang termasuk kejahatan dan sebagainya.

PEMBATALAN LAMARAN

Yang perlu disadari, khitbah mirip jual beli, dalam masa tawar menawar bisa jadi, bisa juga batal.
Pembatalannya harus tetap sopan menurut aturan Islami, tidak menyakiti hati dengan kata-kata yang kasar, tidak membicarakan aib yang sempat diketahui dalam khitbah kepada orang lain. Namun sebagaimana jual beli harus ada prinsip kedua belah pihak ridho. Khitbah baru bisa berlanjut ke pernikahan jika kedua pihak ridho, jika salah satu membatalkan proses tawar
menawar maka pernikahan tak akan jadi.

Kalaupun dibatalkan (meski mungkin menyakitkan), harus ada alasan yang kuat untuk salah satu pihak membatalkan rencana nikah yang sudah matang. Sebab Islam melarang ummatnya saling menyakiti tanpa alasan. Jadi jika ada yang ragu (dengan alasan yang benar) sebelum menikah, sebaiknya membatalkan sebelum terlanjur.

Adapun jarak antara khitbah dan akad nikah, tidak ada aturan yang menjelaskan harus berapa lama, tentu dalam hal ini masing-masing pihak bisa mengukurnya sendiri. Satu hari bisa jadi sudah deadline bagi pria-wanita yang sudah sedemikian menggebunya hingga khawatir terjerumus kepada dosa zina. Namun jika bisa merasa 'aman' dengan menunda beberapa waktu tidak masalah.

Jadi, jika segalanya sudah terencana dengan matang dan baik, seperti kata seorang bijak, jika berani menyelam ke dasar laut, mengapa terus bermain di kubangan, kalau siap berperang mengapa cuma bermimpi menjadi pahlawan .

Wallahu a'lam bishshowaab (Abinya Hufha)

" Hidup untuk Mempersembahkan Yang Terbaik, yaitu
Bermakna bagi Dunia dan Berarti bagi Akhirat. (Aa Gym)

Tidak ada komentar: